Jumat, 09 Desember 2011

Ujian Gergaji Yang Menggemparkan

Diriwayatkan ketika gergaji diletakkan di atas kepala Nabi Zakaria as, ia berhasrat untuk memohon pertolongan kepada Allah swt, kemudian Allah swt memberi

wahyu, “Wahai Zakaria! Pilih mana engkau rela dengan aturanKu padamu atau bumi ini akan Aku balik, lalu semua yang ada di muka bumi hancur.”
Nabi Zakaria as, hanya diam (rela dengan turanNya), tiba-tiba gergaji itu putus menjadi dua

Rabi’ah dan Dokter
Rabi’ah al-Bahsriyah ra, sedang sakit, lalu ditanya,
“Apakah engkau tidak memanggil dokter?”
“Siapa yang mengaturku?” balik bertanya.
“Allah Ta’ala…” kata mereka.
“Apakah orang seperti saya ini pantas menolak aturan takdir Tuannya?” jawabnya.

Abu Bakar dan Dokter
Abu Bakr ash-Shiddiq ra sedang sakit, dan ditanya:
“Apakah kami harus memanggil dokter untukmu?”
“Allah swt sudah melihat keadaanku…”
“Apa yang dikatakan olehNya?”
“Dia mengatakan, “Sesungguhnya Aku melakukan apa yang Kukehendaki..”

Tidak Keduanya
Abdul Wahid bin Zaid ra ditanya, “Manakah yang lebih utama diantyara dua orang ini: Seorang senang hidup selamanya agar bisa taat kepadaNya, dan seorang lagi ingin segera mati demi rindu kepadaNya?”
“Tidak dua-duanya,” jawab Abdul Wahid, “Tetapi yang utama adalah seorang yang menyerahkan perkaranya kepada Allah swt, dan ia berdiri di atas jejak ridlo kepada Allah dengan benar. Bila ia dihidupkan lama ia pun senang, begitu pula jika harus mati ia pun senang. Itulah derajat rela kepada Allah Ta’ala, dan perilaku orang yang ma’rifat kepadaNya.”

Apa Yang Membuatmu Senang?
Umar bin Abdul Aziz ra, ditanya,”Apa sebenarnya yang membuatmu senang?”
“Apa yang ditakdirkan oleh Allah Ta’ala kepadaku,” jawabnya.
Abu Abdullah an-Nasaj ra, mengatakan, “Allah Ta’ala mempunyai hamba-hamba yang sangat malu dengan kesabaran, lalu mereka menempuh jalan ridlo. Dan Allah Ta’ala mempunyai hamba-hamba, manakala mereka mengetahui darimana datangnya takdir, pasti mereka sangat menerimanya dengan cinta dan ridlo.”

Nikmat dan Bencana, Sama Saja
Dikisahkan bahwa Athiyah al-Himshy ra, mengatakan, “Orang tuaku berkata kepada Ibrahim bin Adham ra, “Hai Abu Ishaq, bila anda menulis tentang hadits ini sebagimana kami melakukannya?”
Ibrahim mengatakan, “Aku disibukkan oleh tiga hal, kalau aku sudah selasai maka aku akan melakukan seperti yang anda lakukan.”
“Apa tiga hal itu?” Tanya ayahku.



“Tawakal kepada Allah atas rizki yang diberikan kepadaku; ikhlas beramal hanya bagi Allah, dan rela kepada ketentuan Allah Ta’ala. Soal tawakkal dan ikhlas, aku sudah bisa menyelesaikannya, dengan pertolongan Allah Ta’ala. Sedangkan rela (ridlo) terhadap ketentuan Allah Ta’ala, sungguh aku sangat sibuk sekali hingga belum selesai.”

Lalu orang tuaku menangis menderu-deru, sembari berkata, “Betapa jauh kami ini, untuk menggapai yang kau raih. Lalu apakah kami mampu bicara posisi di atas ridlo jika begitu? Sedikitpun tak mampu”
Muhammad bin Wasio’ ra berkata, “Sesungguhnya aku menutup diri kecuali kepada orang yang mulai pagi hingga petang tak ada makanan, namun ia tetap ridlo kepada Allah Ta’ala.”
Sufyan Ats-Tsaury ra ditanya, “Kapankah seorang hamba rela kepada ketentuan Allah Ta’ala?”
“Manakala ia gembira dalam bencana, sebagaimana ia gembira dalam nikmat,” jawabnya.
Nah, Pilihan Allah lah yang utama

Seseorang bertanya kepada Imam Husein ra, “Abu Dzar ra, mengatakan, bahwa kefakiran itu lebih kucintai ketimbang kekayaan, dan sakit itu lebih kucintai ketimbah sehat.”
“Semoga Allah merahmati Abu Dzar. Tapi menurutku, siapa yang rela terhadap pilihan Allah Ta’ala, ia pasti tidak berharap lain selain pilihan Allah Ta’ala,” jawab Imam Husein.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar