Senin, 05 Desember 2011

Mencintai Karena Allah

Syeikh Ahmad ar-Rifa’y
Riwayat dari Abdullah bin Abbas ra, berkata, Rasulullah Saw, bersabda:
“Cintailah Allah atas anugerah nikmat yang diberikan kepadamu, dan cintailah

aku karena cinta kepada Allah, dan cintailah keluargaku karena mencintaiku.” (Hr. At-Tirmidzy dan al-Hakim).

Hadits mulia ini menggambarkan strukur sufistik, dimana orang yang meraihnya berarti telah mendapatkan kesucian dan berjumpa dengan mereka yang dipilih oleh Allah Ta’ala. Anak-anak sekalian, ketahuilah bahwa pembersihan itu bersifat lahir dan batin. Secara lahir hendaknya anda membersihkan keseluruhan diri anda dari kotoran nafsu dan makhluk serta dunia. Sedangkan secara batin, hendaknya anda membersihkan totalitas anda dari debu-debu memandang amal, mencari ganti rugi terhadap amalnya, dan berpaling dari Allah Swt.

Dalam riwayat bahwa Nabi Saw, bersabda:
“Rahasia batinmu, rahasia batinmu, sesungguhnya rahasia batinmu itu di sisi Allah adalah sumur yang dalam.”

“Temukan tanganmu bersama Allah, jangan engkau campuri dengan manusia. Kejernihanmu bersama Allah jangan engkau keruhi dengan kehidupan manusia,” kata seorang Sufi.

Yahya bin Abi Katsir ra mengatakan, “Aku masuk ke Makkah, kemudian Atha’ bin Abi Rabah menghadapku dan memberi salam padaku, kemudian ia menghadap ke massa manusia, sembari berkata, “Kalian semua bertanya kepadaku tentang ilmu pengetahuan, sedangkan di hadapan kalian ada Yahya

bin Abi Katsir!” Sejak saat itu aku benar-benar merunduk kepada Allah Swt selama empat puluh hari hanya untuk menghilangkan manisnya kata-katanya Atha’ bin Abi Rabah dari dalam hatiku.

Nabi Saw, juga bersabda, “Ingatlah wadah Allah di muka bumi adalah qalbu-qalbu, maka yang paling dicintai Allah Ta’ala adalah qalbu paling bersih, paling kuat dan paling lembut.”

Yusuf ibnul Husain ra, mengatakan, “Ketika hati Maryam mencintai anaknya, ia mendengar suara, “Ketika batinmu bersih hanya bagi Kami, Kami memberi rizki kepadamu dalam kemarau maupun hujan tanpa perantara, tanpa harus bersusah payah atau pertolongan. Maka ketika batinmu mulai condong jauh dariKu, maka rizkimu tidak tiba kecuali dengan usaha susah payah, dan itulah firman Allah Ta’ala, “Dan guncangkanlah batang kurma itu, niscaya akan berjatuhan buah kurma matang kepadamu.”

Abu Muhammad al-Jurairy ra berkata, “Ketahuilah bahwa seorang hamba manakala tidak memurnikan hatinya kepada Allah Ta’ala dalam menegakkan ubudiyah ia telah terputus dari Allah tanpa ia merasa. Siapa yang sepenuhnya berjuang membersihkan amaliyah lahir, Allah akan memberikan kejernihan dalam amaliah batin.”

Arti dari ucapannya, “Terputus dari Allah tanpa ia merasa “ adalah ucapan Abu Yazid al-Bisthamy ra, “Siapa yang berasumsi ruhaninya telah sampai pada Allah, maka kondisi ruhaninya malah terputus. Siapa yang mencari kesenangan dengan kondisi ruhaninya, maka kondisi ruhaninya menjadi ancaman.”

Abu Muhammad al-Jurairy ra juga menegaskan, “Sesungguhnya Allah Swt memberikan aturan pada kekasih dan pilihanNya agar tidak keluar dari dunia kecuali tugas ubudiyah ada dipundaknya.”

Karena itu menurut saya, manakala tak seorang pun yang sibuk pada selain Allah Ta’ala, melainkan usianya terlantar dan kemurnian waktunya sirna. Siapa yang menginginkan kejernihan waktunya, maka prioritaskan Allah Ta’ala dibanding kesenangan syahwatnya.

Seorang Sufi ditanya, “Apakah kemurnian waktu itu?”
“Memurnikan seluruh hanya bagi Sang Pencipta makhluk dengan memenuhi ubudiyah yang benar,” jawabnya.

Al-Anthaky ra mengatakan, “Bila anda menemukan kotoran di hatimu, maka langgengkanlah puasa. Bila masih kotor, maka minimkanlah bicara. Jika masih kotor pula, tinggalkan dosa-dosa. Bila masih kotor menangislan dan merunduklah kepada Sang Maha Diraja Semesta.”

Disebutkan, “Kebodohan itu semuanya mati, kecuali orang yang diberi rezeki pengetahuan. Dan pengetahuan itu semuanya argumentasi, kecuali bagi orang yang ditolong Allah Ta’ala untuk mengamalkannya. Dan amal itu hanyalah debu yang terbang, kecuali yang beramal murni hanya bagi Allah Ta’ala. Para ahli sufi pun berada dalam bahaya besar, kecuali mereka yang menyerahkan total jiwanya kepada Allah Ta’ala tanpa ada cela sedikit pun.”

Seorang hamba wajib memandang perilaku makan dan minumnya, pakaian dan bicaranya, gerak dan hasratnya.

Ia meninggalkan apa yang kotor dan mengambil yang bersih, karena kemurnian dan kesucian waktu diukur menurut kadar kesucian perilaku jiwa.

Allah Swt, berfirman, tentang kisah Nabi Ibrahim as:
“Hari dimana harta dan anak-anak tidak memberi manfaat, kecuali orang yang diberi qalbu yang selamat.”

Dzun Nuun al-Mishry ra mengatakan, “Allah mempunyai hamba-hamba yang sampai pada derajat kemurnian maqamnya hingga firasatnya menembus rahasia manusia, lalu mereka tahu bahagia dan celaka pada orang lain, “Allah mengkhususkan rahmatNya kepada yang dikehendaki.” Dari para hambaNya.

Abu Abdullah ra mengatakan, “Apa keutamaan para sufi dibanding yang lain?” “Tersingkapnya hijab pada mereka, dan kecurigaan pemfitnah pada mereka, dan tersebarnya rahasia Allah pada mereka.”, jawabnya.

“Apakah kaum Sufi itu mempunyai rasa manis dalam ibadah?”

“Jika dari segi memandang anugerah, memang merasakan. Tetapi dari segi melihat ibadah, tidak merasakan, karena ia tidak punya kaitan.” “Kapankah seseorang disebut sebagai kalangan yang bersih jiwanya (Sufi)?” seorang Sufi ditanya.

“Manakala tirai taubat menutup maksiat dan tirai anugerah menutup seluruh kebajikan, serta tirai Allah menutup segala hal selain Allah Swt.”jawabnya.

Perilaku kaum Sufi
Dikisahkan bahwa Bahlul tak pernah mengambil apa pun dari seseorang, ia lebih banyak apa adanya belaka. Lalu ia ditanya kenapa demikian? “Kami diperintah untuk tidak mengambil sesuatu melalui perantara, karena dari perantara orang itu menimbulkan hilangnya kesufian jiwa,” jawabnya.

“Apa itu kebersihan jiwa sufi?”

“Terbangnya hati dengan sayap rindu menuju Rabbul’alamin,” katanya. Disebutkan, “Paling rendahnya kaum Sufi yang bersih adalah hidupnya qalbu bersama Allah Ta’ala tanpa kaitan apa pun. Siapa yang tak mengenal dirinya dengan kefakiran dan sifat butuhnya, ketidakberdayaan dan kelemahannya, maka ia tidak akan meraih kesufiannya yaqin yang sejati. Apabila seorang hamba hanya bagi Allah Ta’ala, seakan-akan dirinya tak pernah ada, maka Allah Ta’ala ada baginya sebagaimana Dia tak berubah.”

Abu Sulaiman ra, mengatakan:
”Berbahagialah orang yang benar satu langkahnya, dan dalam langkah itu tidak menuju kecuali hanya kepada Allah Ta’ala.”

Imam Ma’ruf al-Karkhy, ra mengatakan, “Ketika aku sedang berjalan di pelosok desa, tak seorang pun menyertaiku. Tiba-tiba ada sosok turun dari langit, lalu bertanya kepadaku, “Apakah kebersihan sufi itu?” Aku jawab, “Pemenuhan yang benar.”

Orang itu lantas berkata, “Kamu benar!”.
Lalu sosok itu membubung ke langit sembari membaca ayat:
“Mereka menepati janjinya dan mereka senantiasa takut kepada Allah.”

Ingatlah ketika Nabi Ibrahim as, melangkah satu pijakan dengan benar, menginjak batu yang keras, maka Allah Ta’ala memerintahkan agar ummat menjadikan maqom Ibrahim sebagai tempat sholat.

Hakikat Sufi
Hakikat sufistik adalah berakhlaq dengan akhlaq al-Musthafa Muhammad Saw, mengikuti jejak para sahabatnya yang memiliki kebenaran dan pemenuhan janjinya, dan memutuskan diri kepada Sang Diraja Maha Tinggi.

Dikatakan:



* “Hakikat Sufi adalah melemparkan qalbu ke hamparan anugerahNya dan meneguhkan rahasia batin di hadapan Sang Diraja Agama.”
* “Hakikat Sufi adalah pembersihan qalbu bagi Allah Yang Maha Mengetahui yang ghaib.”
* “Hakikat Sufi adalah rasa butuh yang benar disertai langgengnya sifat terdesak tak berdaya, dan meninggalkan ikhtiar disertai kebajikan menunggu.”
* “Hakikat sufi adalah fana’ totalnya di bawah keparipurnaan Qudrat, dan terbangnya cita-cita dengan sayap rindu menuju Rabbul ‘Izzah.”
* Hakikat sufi adalah hijrahnya rahasia batin menuju kepada Allah Swt dari satu martabat menuju derajat, dan lari kepada Allah Swt, dari tahap dan maqomat.”
* “Hakikat sufi adalah menjauhi ajakan-ajakan nafsu dan mengikuti ajakan ruh, serta mematikan sifat-sifat manusiawi dibawah Sifat-sifat RububiyahNya.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar