Senin, 05 Desember 2011

Kasih Sayang Pada Sesama

Syeikh Ahmad ar-Rifa’y
Rasulullah Saw, bersabda:
“Janganlah kalian saling iri - dengki, dan janganlah saling dendam, dan janganlah saling mencari-cari kesalahan. Jadilah kalian sebagai saudara, seperti yang telah diperintahkan Allah Ta’ala.”

Teks hadits demikian sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Tirimidzi dan yang lain, riwayat dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah Saw, bersabda:
“Hindarilah kalian dari berburuk sangka. Karena buruk sangka itu sedusta-dusta ucapan. Jangan saling memata-matai, dan jangan saling mencari-cari kesalahan orang, dan jangan saling bermusuhan, dan jangan saling ber-iri-dengki, dan jangan saling mengumbar dendam, dan jangan saling bermusuhan, dan jadilah kalian semua hamba-hamba Allah yang bersaudara seperti perintah Allah Swt.

Muslim itu saudara sesama muslim, tidak saling mendzalimi, tidak saling menghina, dan tidak saling merendahkan. Taqwa itu di sini, taqwa itu di sini, taqwa itu di sini – dan beliau menunjuk kearah dadanya.
Maka dengan kriteria seseorang berbuat buruk adalah:
Menghina sesama saudaranya yang muslim. Setiap muslim terhadap sesama muslim itu terhormat: Darahnya, harga dirinya, dan hartanya. Sesungguhnya Allah tidak memandang fisik kamu sekalian, dan juga tidak memandang rupa kamu. Namun Allah Swt hanya memandang hatimu dan amalmu.” Dalam hadits mulia ini ada rahasia kema’rifatan kepada Allah Swt, yang penuh dengan keajaiban, bahwa Allah Swt memerintahkan kita agar kita menepiskan diri dari sifat-sifat Iblisiyah, yaitu: Dengki. Kemudian membuang sifat Nafsaniyah, yaitu: Dendam pada makhluk Allah Swt.

Lalu naik dari sifat yang rendah yaitu: Mencari-cari kesalahan orang. Dan kemudian bila meraih derajat sempurna melalui pemurnian diri, Allah Swt memerintahkan agar melihat sirnanya perbedaan antara satu sama lain dari sesama saudara beriman, dan hal ini merupakan perintah Allah Swt.
Manakala perilaku tersebut sempurna, akan benar-benar meraih kepastian ma’rifat Billah. Dari rahasia inilah ucapan Sayyidina Ali KarromAllahu Wajhah berlaku, “Siapa yang mengenal dirinya, maka benar-benar mengenal Tuhannya.”

Anak-anak sekalian. Ketahuilah bahwa seorang hamba itu berada diantara Allah Ta’ala dan makhluk-Nya: Bila berpaling dari makhluk-Nya menuju Allah Swt, Allah mendekatkan kepada-Nya dan menyambungkannya untuk lebih dekat. Karena apabila Allah Ta’ala mencintai seorang hamba Dia bergegas menurut kadar kedekatan hamba kepada-Nya, dan kadar kecintaannya pada Allah Ta’ala, dan si hamba tidak sama sekali berpaling kepada sesuatu selain Allah, Jika si hamba memandang sesuatu selain Allah Swt, Allah menyiksa sang hamba dengan sesuatu yang membuat berpaling tadi, dan sesuatu itu dijadikan cobaan atas dirinya.
Ingatlah pada Iblis La’natullah ketika memandang dirinya, lantas berkata tentang Adam: “Aku lebih baik dibanding dia…” Maka Allah Swt, langsung melaknat dan melemparnya.

Begitu pun para malaikat, ketika mereka memandang tasbihnya dan penyuciannya kepada Allah Swt, dengan mengatakan, “Sedangkan kami bertasbih dengan memuji Mu dan menyucikan Mu…”, maka Allah Ta’ala memberikan ujian kepada mereka dengan bersujud kepada Adam.

Begitu pula setiap orang yang mengatakan, “Aku….” Pada saat yang sama Allah Ta’ala berfirman, “Tidak! Namun Aku!”, lantas Allah melemparkan siapa pun yang berkata “Aku” tadi ke derajat paling rendah.
Sedangkan orang yang berkata, “Engkaulah Allah,” maka Allah justru mengangkat derajatnya setinggi-tingginya.
Berpaling itu ada dua:
• Berpaling mata (muka).
• Berpaling qalbu.
Berpalingnya mata seperti firman Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw, kekasihNya:
“Janganlah engkau palingkan kedua matamu kepada pesona (kenikmatan) hidup yang telah Kami berikan diantara mereka (orang-orang kafir itu) sebagai bunga kehidupan dunia agar Kami uji mereka di dalamnya. Sedangkan rizki Tuhanmu lebih bagus dan lebih abadi.” (Thaaha: 121)

Lalu Allah Ta’ala memberikan anugerah kepada mereka, ketika Allah menjaganya, dengan mengatakan, “kalaulah bukan Kami kokohkan kamu, maka benar-benar kamu hampir condong pada mereka, dengan sesuatu yang sangat sedikit (hina).” Lalu Allah Swt memujinya karena Nabi Muhammad Saw, sama sekali tidak berpaling kepada selain Allah Swt, dalam firmanNya:
“Matahatinya tak pernah berpaling dan tak pernah dusta.”

Allah Swt mewariskan ”meninggalkan total” di atas, dengan mengangkat tirai hijab, hingga beliau melihat apa yang dilihat, dalam firmanNya: “Sesungguhnya (Muhammad) telah melihat Allah dalam tahap hakiki yang lain.”

Nabi Musa as, bermunajat:
“Musa berkata: Ya Tuhan, perlihatkan padaku, aku akan melihat-Mu…”
Kemudian Allah berfirman:
“Lihatlah pada bukit!” (Maksudnya kamu tidak bisa melihat-Ku, manakala kamu melihat selain Diri-Ku).

Sebagian kaum ‘arifin bertawaf di Ka’bah, salah seorang memanggilnya, lalu muncul hasrat untuk berpaling pada pemanggil itu, lantas muncul suara bisikan tanpa suara: “Tidaklah termasuk golongan Kami orang yang berpaling pada selain Kami”.

Kisah lain juga, ketika sedang berthawaf, tiba-tiba orang tersebut melihat perempuan, tiba-tiba muncul tangan dari udara dan menampar matanya. Lalu muncul suara, “Engkau memandang kepada selain Kami dengan matamu, maka Kami menampar matamu. Manakala kamu memandang dengan hatimu kepada selain diri-Ku pasti akan Aku colok matamu dengan api.”

Dzun Nun al-Mishry ra mengatakan, “Siapa yang memandang dari tauhidnya menuju dirinya, tauhidnya tidak akan selamat dari neraka. Siapa yang berpaling dari Allah ketika sholat, ia telah turun dari derajat orang yang sholat. Siapa yang berpaling dari waktu-Nya ke waktu dirinya, maka sang waktu sirna tanpa ia merasa.”
Dalam hadits disebutkan, “Hamba, manakala berpaling dalam sholat, Allah Swt berfirman, “Hamba-Ku, apakah engkau berpaling pada yang lebih baik dibanding Aku? Menghadaplah! Jangan kau palingkan wajahmu dari Diri-Ku, sebab itu bisa membuat-Ku berpaling darimu.”

Nabi Saw, bersabda, “Jibril datang kepadaku membawa kunci perbendaharaan dunia, namun aku sama sekali tidak berpaling padanya dan aku tidak menghadapnya.” Ditanyakan pada salah seorang Sufi, “Bagaimana kabarmu saat tadi pagi?” Ia menjawab, “Sejak dini – sungguh dua alam (dunia dan akhirat) – terhalang dariku, dan Dia menghalangiku untuk memandang keduanya.”

Al-‘arif as-Sary as-Saqathy ra mengatakan, “Saya pernah mencari sahabatku selama tiga puluh tahun. Dan aku tidak menemukannya. Suatu hari, ketika aku lewati sebuah bukit , tiba-tiba kawanku itu berdiri di atas batu, lalu aku mendekatinya, aku tarik ujung pakaiannya. Lalu ia berkata, “Tinggalkan aku Sary, karena Allah bisa cemburu. Karena Dia tidak akan memandangmu jika engkau masih memandang yang lain, hingga engkau gugur dari pandangan-Nya.”

Kisah tentang Rabi’ah Adawiyah ra ketika sedang berjalan menuju Makkah, tiba-tiba ada lelaki menghadapnya, sembari berkata, “Hai perempuan, seluruh dirimu dengan kesemuanya begitu sibuk?” (sebuah rayuan, pent).

Rabi’ah menjawab, “Kalau kamu benar, maka keseluruhanku bagi dirimu telah terkorbankan. Kecuali saya punya saudari yang lebih elok dariku, dan ia ada di belakangmu.” Lelaki itu seketika menoleh, lantas Rabi’ah menampar muka laki-laki itu, sembari berkata, “Begitu mudah engkau berpaling dariku wahai peselingkuh? Engkau mengaku mencintaiku lantas kamu memandang selain diriku? Aku melihatmu dari jauh, lalu aku berkata, “Wah, aku menemukan orang yang ‘arif, tapi ketika anda bicara, aku berkata pada diri sendiri, “Aku berjumpa dengan orang yang kasmaran, dan ketika kutarik dirimu kulihat dirimu adalah pendusta!”

“Aku tidak melihatmu dari pilihan kaum ‘arifin dan harga diri mereka,” lanjut Rabi’ah, “juga aku tidak melihatmu sebagai penempuh jalan pecinta dan perlindungan-Nya.”

Lelaki itu langsung berteriak keras, dan menghaburi wajahnya dengan debu, lalu berkata, “Aku mengundang cinta sesama makhluk, lalu aku berpaling dari-Nya, kemudian tamparan mengena di wajahku! Sungguh aku takut untuk merasa mencintai Sang Khaliq, manakala hatiku berpaling dari-Nya, pastilah Dia menampar hatiku!”

Mengenai berpalingnya qalbu, dikisahkan oleh Fath al-Maushily, dimana beliau punya seorang putra kecil. Suatu hari ia ciumi dan peluk anak itu, lalu dari cakrawala muncul suara, “Hai Fath, kamu mengaku mencintai-Ku, sedang di hatimu ada cinta lain selain Diri-Ku?” Tiba-tiba Fath berteriak dan pingsan.
Suatu hari Rabi’ah al-Bashriyah melihat Rabah al-Qaisy, ia sedang mencium seorang bocah dari keluarganya.
“Kau mencintainya?” Tanya Rabi’ah
“Ya, benar.”
“Kau tidak menduga bahwa di hatimu masih ada ruang kosong untuk mencintai selain Dia?”
Al-Qaisy terkejut lalu menjerit pingsan. Ketika ia siuman, ia mengusap keringat yang menetes di wajahnya.
Nabi Saw, bersabda:
“Seandainya aku harus memilih sahabat tercinta selain Tuhanku pastilah aku memilih Abu Bakr ash-Shiddiq, namun itu sebatas persaudaraan dan kecintaan dalam Islam.”

Dikisahkan bahwa Nabi Dawud as, dalam suatu perjalanan bertemu dengan seorang lelaki yang bertanya, “Kamu mau kemana?”
“Aku sangat takut dengan massa manusia, dan aku ingin berbahagia bersama Allah,” jawab Nabi Dawud as.
“Apakah motivasimu itu datang dari dirimu atau dari Allah?”
Akhirnya Nabi Dawud jatuh pingsan mendengarnya, dan ketika sadar ia berkata, “Semoga Allah memperingatkan dirimu sebagaimana dirimu memperingatkan aku.”
Sebagian Sufi berkata, “Sesungguhnya Allah memerintahkan kaum Musa As untuk memotong kepala mereka ketika mereka bersujud pada anak sapi, setelah mereka sujud pada Allah Ta’ala.”

Allah berfirman, “Kepala yang bersujud pada-Ku, kemudian sujud pada selain Diri-Ku, sungguh tidak layak bagi-Ku. Begitu juga qalbu….’

Nabi Dawud as berkata, “Aku diberi sesuatu sebagaimana manusia yang lain, dan aku diberi yang tidak diberikan kepada mereka. Aku pun diberi hasrat sebagaimana mereka, dan hasrat yang bukan sebagaimana mereka punya. Lalu kutemukan bahwa segalanya hanya bagi Allah semata, dan segala perkara ada di Tangan Allah Ta’ala. Dan kesimpulannya dari dunia dan akhirat serta seisinya adalah: Allah.”
Maka tidak layak bagi orang yang mengaku mencintai-Nya, namun di hatinya masih ada selain Dia,

Maka Rabi’ah bersyair:
Wahai kekasih hati, siapa lagi selain Engkau?
Kasihanilah pendosa yang telah datang pada-Mu
Wahai Kekasihku, beningku dan harapanku
Hati dusta jika mencintai selain Diri-Mu
Wahai mesraku, harapan dan hasratku
Betapa panjang rinduku
Kapan bisa bertemu
dengan-Mu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar